‘Pawang’

EMBUN JUM’AT

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta  | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia   |  Wakil Katib Syuriah PCNU  & Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email:  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


MotoGP Mandalika di Lombok NTB beberapa waktu lalu dapat mengharumkan nama Indonesia sekaligus menaikkan pamor pariwisata provinsi itu secara khusus di pentas dunia (detikEdu 28-03-2022). Kesuksesan tersebut telah melibatkan semua pihak, termasuk yang menjadi sorotan dunia bahkan polemik di media sosial adalah kehadiran pawang hujan bernama Rara Istiani Wulandari. Perbuatan dan gaya perempuan kelahiran Papua saat menjadi pawang hujan, dinilai telah melakukan perbuatan syirik oleh sebagian netizen

Kata Pawang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengacu pada orang yang mempunyai keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib (kbbi online). Berpijak dari definisi tersebut, maka seorang pawang paling tidak memiliki dua hal (1), kelebihan yang tidak umum, sebab hal itu tidak ada pada kebanyakan orang; (2), kelebihannya lebih bersifat ghaib atau metafisika.

Bila mengacu pada dua kriteria tersebut, maka secara substansi, keahlian terkait dengan hal-hal ghaib tidak dipungkiri oleh Islam. Sebagai Muslim akan percaya dengan konsep mu‘jizat untuk nabi dan karamah untuk orang beriman (wali) (al-Jurjaniy, 2003). Memang terdapat perbedaan mengenai kualitas dari kelebihan yang dihasilkan oleh Nabi dan wali dengan apa yang pawang hasilkan dalam ajaran  Islam. Tetapi secara mendasar, mereka semua dapat melakukan hal yang luar biasa, dan ini point utamanya.

Untuk meminimalisir perdebatan tentang pawang di Mandalika, maka hal tersebut dapat  dikaji dari tiga aspek: pertama, aspek keyakinan umat beragama dan penganutnya. Dalam konteks ini perlu dipahami, sebagai pawang, Rara dikembalikan kepada kepercayaannya, ia beraliran kejawen (suara.com 26-01-2022). Mungkin sebagai Muslim, kita melihat apa yang ia lakukan, bukan merupakan dari bantuan Allah swt melainkan dari jin (Hidayatullah.com 21-03-2022). Tetapi hal tersebut tidaklah berlaku pada mereka yang menganut aliran kepercayaan atau kejawen. Oleh sebab itu, tindak tanduk perempuan yang dibesarkan di kota Gudeg mesti dilihat dari keyakinan dan ajaran yang ia anut, dan bukan dari aspek agama sang penilai. Kondisi ini akan ‘menambah’ toleransi kepada penganut agama lain termasuk apa yang mereka yakini dan apa yang mereka kerjakan.

Kalaupun Rara misalnya beragama Islam (info validnya ia kejawen), maka apakah seorang Muslim meminta bantuan kepada sesama makhluq Allah dalam hal ini jin adalah terlarang ? bukankah Nabi Sulaiman asw (‘alaihi al-shalatu wa al-salam) juga meminta bantuan jin (QS:al-Naml; 27, Saba;14-15), permintaan Nabi yang memahami percakapan semut kepada bangsa jin yang perlu dipahami bahwa ia menguasai mereka, dan bukan dikuasai.

Kedua, menjadi ‘pawang’ untuk mencegah hujan atau mendatangkan hujan bukanlah hal yang asing dalam ajaran Islam. Islam meyakini segala sesuatu merupakan ketentuan Allah swt, demikian pula dengan tertunda dan berpindahnya hujan dari satu tempat ke tempat lain tidak lepas dari bantuan-Nya. Hadis riwayat al-Bukhariy (w. 256 H) menceriterakan seorang badawiy meminta kepada Rasul suci saw agar hujan dihentikan, padahal seminggu sebelumnya ia meminta doa kepada sang Nabi agar berdoa hujan diturunkan. Pada saat menghentikan hujan, Nabi suci saw membaca doa yang populer:

…اللهم حوالينا ولا علينا…

Artinya: “…ya Allah (pindahkan hujan) di sekitar kami dan jangan (turunkan hujan) di atas (kota, tempat) kami…”

Konsep ‘pawang’ ini sudah berjalan di masa Nabi suci saw dan dilanjutkan oleh sahabat. Pada masa ‘Umar (w. 23 H), ia  menggunakan jasa perantara (tawassul) kepada al-‘Abbas ra (w. 32/3 H); paman Nabi saw, agar hujan turun untuk mengakhiri masa paceklik saat itu (al-Bukhariy). Dua peristiwa ini, maka aksi Rara bukanlah hal baru, sebab ia pun tidak menghentikan hujan dengan ‘kepawangannya’ tetapi menghalau hujan agar tidak terjadi di tempat MotoGP. Aksinya tentu tetap mengacu pada aspek pertama yaitu sesuai dengan praktek dan keyakinan yang ia anut. Kemungkinan besar konteks ‘pawang’ ini, beberapa agama memiliki pandangan yang relatif mirip tentang kejadian itu berasal dari pertolongan Tuhan menurut penganut masing-masing.

Ketiga, aspek budaya yang dapat menarik wisatawan manca negara ke Indonesia, khususnya ke provinsi NTB. Aksi Rara direkam oleh Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo. (www.inewsid 20-03-2022). Bahkan Fabio Quartararo sampai tertangkap kamera menirukan aksi pawang itu, meski tidak berhasil (TEMPO.CO 21-03-2022). Selain gaya dan terutama tentang ‘kepawangan’ dapat menjadi salah satu ciri budaya Indonesia yang perlu dipatenkan.

wa Allâhu a ‘lam bi al-shawâb

ilustrasi foto : CNN Indonesia

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com