Nilai Kepahlawanan

EMBUN JUM’AT

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta  | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia   |  Wakil Katib Syuriah PCNU  & Wakil Ketua bidang Pendidikan Agama dan Budaya Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email:  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


Dentuman bom dan desingan peluru serta pekikan suara takbir dengan orotar Bung Tomo (w. 1981 M) membakar semangat arek-arek Suroboyo menyatu di sela-sela pertempuran 10 Nopember 1945 di kota Surabaya. Kedatangan tentara sekutu sekitar 25 Oktober 1945, membuat pejuang-pejuang tanah air melihat kedaulatan Indonesia berada dalam ancaman besar. Berkumpulnya ulama pada 21 Oktober, lalu lahirlah Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 di bawah pimpinan Hadrah Syeikh Hasyim al-Asy‘arie (w. 1947 M) memainkan peran penting terkait pengorbanan di 10 Nopember tersebut.

Lintasan sejarah di atas sebagai memori singkat anak bangsa untuk menyelami nilai kepahlawaan di hari pahlawan. Merujuk pada KBBI oneline, kepahlawanan mencakup di antaranya sifat pahlawan tentang keberanian, keperkasaan, dan kerelaan berkorban. Nilai kepahlawanan dapat berarti harga diri, harga sebuah kedaulatan dan sifat-sifat yang berguna dan penting bagi kemanusiaan merupakan fondasi dasar bagi setiap orang yang dapat dinilai sebagai pahlawan.

Pahlawan tidak hanya memiliki modal fisik; kuat, bertenaga namun nilai moral yang mandorong kekuatan fisik untuk bergerak ke arah yang benar. Paling sedikit, setidaknya terdapat tiga sifat utama bagi pahlawan yaitu Keberanian, Kejujuran dan Pengorbanan.

Keberanian merupakan dorongan yang pada dasarnya berada dalam diri (hati) seseorang, dibentuk melalui terpaan yang tidak mudah. Biasanya keberanian dapat dilihat melalui pertempuran, perkelahian dan pertengkaran, namun dalam konteks tersebut nilai kepahlawanan bukan sekedar pertengkarang yang disebabkan oleh urusan pribadi apalagi urusan yang sepele, tetapi disebabkan urusan besar bagi kemaslahatan umum seperti menjaga kedaulatan negara kesatuan republik Indonesia.

Oleh sebab itu, dalam literatur Islam kata berani disebut dengan kata al-syaja‘ah (الشجاعة) dan bukan dengan kata al-shur‘ah (الصّرعة). Sebab kata pertama tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik tetapi kekuatan fisik hanyalah bagian kecil dari kekuataan sesungguhnya yang berasal hati, sementara kata kedua semata-mata memperlihatkan kekuatan fisik, maka dalam hadis ditemukan bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang jago bergulat (berkelahi) tetapi orang yang dapat meredam dirinya saat ia marah (HR. al-Bukhariy).

Lebih jauh, kata al-syaja‘ah disamakan dengan al-buthulah/al-bathalah yaitu kepahlawanan sebab pahlawan itu membatalkan aneka kekeliruan atau hal-hal besar yang menghalangi kebenaran. Dalam konteks ini, riwayat Imam Ali kw (w. 40 H) membiarkan saat musuhnya meludahi wajahnya, dan atau bertelanjang di hadapan sang khalifah merupakan contoh tentang al-syaja‘ah. Imam Ali kw tidak mau menghabisi musuhnya hanya karena kemarahan pribadi yang justeru muncul akibat perbuatan musuhnya. Terlebih melalui dua hal itu (meludah dan bertelanjang) secara tidak langsung adalah pernyataan sikap musuh bahwa ia telah menyerah.

Kejujuran termasuk nilai dasar kepahlawanan. Jujur dalam konteks ini adalah benar dalam berjanji. Meski perang adalah siasat seperti bunyi hadis a-harb khud’ah (HR. al-Bukhari), namun konteks hadis tersebut secara khusus pada kondisi saat perang, dan apabila dalam kondisi menuju perdamaian maka siasat dalam arti negatif tentu tidak berlaku. Perdamaian merupakan idaman semua mereka yang tengah berperang, maka pahlawan-pahlawan kita saat diajak berdamai, dengan sukarela mereka mendatangi meja perundingan meski terkadang mereka ditipu setelah datang ke tempat perjanjian itu. Sebagian dari mereka ditangkap dan dibuang seperti pangeran Diponegoro (w. 1855 M), dan bahkan ada yang dibunuh seperti sultan Khairun Jamil (w. 1570 M) dieksekusi di benteng Santo Pedro E Paulo yang dikenal dengan kota janji oleh masyarakat Ternate. Padahal nilai kejujuran pahlawan tersebutlah yang mendorong mereka ingin berdamai karena dimaknai jujur (al-shidqu/ الصّدق) yaitu benar dalam urusan; menepati janji dan tak ada kesamaran yang mengandung kekurangan; tipu daya atau kebohongan (Ibrahim Anis). 

Pengorbanan adalah kata dan tindaan pasti bagi siapapun yang diberi gelar sebagai pahlawan. Pengorbanan muncul disebabkan membela kebenaran yang diyakini. Pahlawan di masa lalu rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi untuk mempertahnakan tanah air sebagai sebuah kebenaran untuk hidup merdeka, tidak dijajah. Dalam konteks Indonesia modern, pahlawan tidak terbatas pada bidang politik dan militer, tetapi di bidang apa saja. Mereka yang melakukan hal-hal yang bermanfaat, berguna dan untuk kemaslahatan umum dapat dinilai sebagai pahlawan. Oleh sebab itu, mungkin tidak keliru sebuah riwayat yang menyatakan:

ما شرشيء من البطالة في العالم

Artinya: “tidak (ada) keburukan sesuatu (apapun) dari  kepahlawanan di alam ini”.

wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …

Foto : Monumen Tugu Pahlawan, Surabaya (scanforlink.blogspot.com)

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com