‘Berteman’ Gunung, Laut dan Hujan

EMBUN JUM’AT

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta  | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia   |  Wakil Katib Syuriah PCNU  & Wakil Ketua bidang Pendidikan Agama dan Budaya Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email:  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


Letusan gunung Semeru di Jawa Timur menyisakan kesedihan dan kepiluan bagi korban yang berada di sekitarnya dan memaksa kita semua untuk memahami arti berteman dengan alam. ‘Berteman’ mungkin kata yang tepat untuk penduduk negara ini dalam keterkaitan mereka dengan kondisi alam Indonesia. Sebab wilayah ini ditakdirkan oleh Allah swt menjadi tempat yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah sekaligus diisi oleh aneka gunung berapi, dan memiliki laut yang luas serta dihiasi dengan curah hujan yang cukup bahkan tinggi sebagai salah satu ciri dari daerah tropis yang basah.  

Dari aspek curah hujan, data observasi BMKG tahun 1981-2018 menunjukkan hari hujan Indonesia secara umum memiliki tren bernilai positif walaupun beberapa wilayah memiliki nilai negatif dengan besaran yang bervariasi seperti dilansir oleh https://www.bmkg.go.id/iklim/?p=tren-curah-hujan. Keadaan negatif tersebut yang menyebabkan banjir di beberapa tempat. Sementara untuk gunung berapi yang berada di level III dan II berjumlah sekitar 14 gunung (kompas.com 5 Desember 2021) dari 127 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh Indonesia.

Ilustrasi alam Indonesia seperti di atas, tentu penduduknya dalam kondisi suka ataupun tidak tetap ‘berteman’ dengan alam sekitarnya. Berteman adalah beriringan, berjalan dan hidup bersama dengan alam yang dipijak, beriteraksi dengan apa yang di sekitarnya. Orang yang berteman akan dan bahkan sudah semestinya memahami dengan siapa dia berteman.

Erupsi Semeru (ketinggian 3676 mdpl) pada 4 Desember 2021, menjadikan kita semua sebagai satu bangsa ikut berduka cita dan menjadikan kita perlu memahami tiga hal. Pertama, Kondisi alam. Siapapun yang tinggal di suatu tempat, ia harus memahami kondisi tempat tersebut. Berdomisili di sekitar gunung, laut dan tempat banjir dengan mempelajari gejala di tempat-tempat itu meski tidak ada yang dapat memastikan kapan ‘teman-teman’ itu menunjukkan keinginannya yang berbeda dari biasanya. Meski dengan kondisi alam yang dapat menjadikan kerugian material bahkan nyawa, namun sebagai manusia yang ‘berteman’ dengan mereka akan tetap mencintai mereka. Kontkes ini agaknya yang membawa Nabi suci Muhammad saw bersabda:

وهذا أحد ، جبل يحبنا ونحبه

Artinya: “dan ini Uhud, gunung yang mencintai kami dan kamipun (senantiasa) mencintainya” (riwayat al-Bukhariy)

Rasul suci saw memahami kondisi jiwa sahabat bahkan diri Nabi suci sendiri yang mengalami kekalahan di gunung Uhud (3 H). Memang keperihan hati yang dialami kaum Muslim saat itu bukan disebabkan alam yaitu gunung tetapi tempat tersebut mengingatkan peristiwa itu. Dalam konteks erupsi gunung Semeru maka dorongan hadis tersebut memuat penguatan psikologi kepada siapapun untuk ‘berteman’ dengan tempat yang pernah memberikan kepedihan dan agar tetap semangat, bangkit dan tidak terlena dalam suasana dukacita berkepanjangan.

Kedua, perlengkapan dan solidaritas. Berteman dengan alam tersebut dengan mengetahui ciri, kondisi dan ‘kemauan’nya kapan ia akan bereaksi, tentu sudah dipahami oleh mereka yang hidup di sekitar tempat tersebut. Akan tetapi itu tidaklah cukup, sebab proses ‘berteman’ tersebut terkadang sangat misterius maka dibutuhkan bantuan keahlian dengan alat dan perlengkapan yang lebih canggih untuk mendeteksi apa yang menjadi bagian dari proses ‘berteman’ sehingga prediksi tentang kemauannya dapat dipahami dan dimengerti dengan benar dan tepat. Dari sinilah korban jiwa akan dapat diminimalisir sedini mungkin. Soldaritas dalam hal ini adalah rasa setia kawan terhadap korban bencana letusan gunung dengan cara memberikan sedikit dari apa yang kita miliki dan tentunya melalui jalur pemberian bantuan yang dapat dipercaya, bukan mengatasnamakan korban.

Ketiga, keyakinan. Sebagai bangsa yang beragama, menyikapi kondisi bencana seperti erupsi Semeru dengan sebuah keyakinan bahwa semua telah merupakan takdir. Selain untuk menguatkan jiwa para korban dan nrimo (terima) apa yang terjadi, juga menjadi memantapkan keyakinan bahwa segala sesuatu merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa (Allah swt). Keyakinan demikian bukan berarti pasrah dan tunduk serta berdiam diri  saat proses ‘berteman’ dengan gunung terdapat peringatan,  tetapi melaksanakan peringatan dini dengan berusaha meninggalkannya sementara waktu, baru kemudian pasrah dan berserah diri kepada Allah swt yang mampu menggerakkan gunung untuk aktif menyemburkan muntahannya bahkan membalikkan gunung (hancurkan) seperti dipahami dalam riwayat al-Bukhariy dari siti ‘Aisyah ra (w. 57 H).

wa Allâhu a‘lam bi al-shawâb …

foto : nasional.tempo.co

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com