Persiapan Haji dari Aspek Kemampuan dan Keamanan

EMBUN JUM’AT

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta  | Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia bidang Riset dan Pengembangan Ilmu  |  Wakil Ketua bidang Pendidikan Agama dan Budaya Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah; email  |  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


Sekitar dua atau tiga hari lagi, kaum Muslim akan memasuki bulan Dzul Hijjah. Bulan ini selain memiliki keistimewaan berpuasa, juga terdapat momentum besar di dalamnya terletak pada pelaksanaan ibadah haji yang telah dipersiapkan dalam dua bulan sebelumnya yaitu bulan Syawwal dan Dzu al-Qa’dah, bahkan jauh sebelumnya bagi mereka yang telah menabung untuk berhaji. Sayangnya, pada tahun ini dan tahun kemarin (2020-2021) sebagian besar dari kaum Muslim di berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia terhalang pergi menunaikan rukun Islam yang kelima disebabkan covid 19 yang masih merajalela sehingga terjadi pembatasan jumlah mereka yang ingin berhaji di tahun 2021.

Dalam kondisi ini, mungkin perlu dilihat kembali konsep tentang istitha’ah (mampu) melaksanakan haji yang selama ini ditafsirkan dengan kemampuan memiliki bekal (ongkos dan sebagainya termasuk di dalamnya), baik yang akan di bawa selama berhaji maupun yang ditinggalkan kepada keluarga di rumah dan kemampuan melakukan perjalanan seperti dalam beberapa hadis (al-Turmudzi, I, 2003; al-Hakim, I, 1990). Kemampuan melakukan perjalanan termasuk kekuatan fisik dan fasilitas yang menyertainya, di masa kini covid 19 ‘meniadakan’ kemampuan tersebut secara tidak langsung. Kalau dicermati kemampuan yang ada selama ini dalam kajian ulama lebih bersifat internal bagi mereka yang akan berhaji dan belum dibahas secara khsusus kemampuan eksternal termasuk faslitas yang menyertai kemampuan itu. Adanya covid 19 memang lebih menjadi penghalang keamanan bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan tidak terkait langsung dengan istitha‘ah, maka diambillah jalan dharurat dengan cara memelihara kehidupan/jiwa(hifdzu al-nafs) sehingga sebagian besar peserta haji di dunia dilarang/ditunda sampai situasi aman dari pandemi tersebut.    

Konsep keamanan dalam pelaksanaan haji mungkin dapat disinergikan dan digabungkan dengan istitha’ah, meski konsep keamanan (al-amnu) merupakan hal yang berbeda dengan konsep istitha‘ah (kemampuan). Fakta tentang wanita yang berhaji harus ditemani suaminya, sebab wanita tersebut dilarang untuk bepergian tanpa mahramnya, padahal suaminya saat itu akan pergi ke medan jihad seperti dalam riwayat al-Bukhari dari sahabat Ibn ‘Abbas (w. 68 H):

لا تسافر المرأة إلا مع ذى محرم ، ولا يدخل عليها رجل إلا ومعها محرم . فقال رجل يا رسول الله إنى أريد أن أخرج فى جيش كذا وكذا ، وامرأتى تريد الحج . فقال اخرج معها  

(Bukhari, I, 1995)

Artinya: “Wanita jangan (tidak boleh) bepergian sendirian kecuali bersama mahram (nya seperti suami, orang tua, saudara laki-laki), dan tidak boleh seorang laki-laki masuk  (misalnya bertamu) padanya kecuali bersamanya mahram (nya). Lalu seseorang bertanya: ‘Ya Rasulallah suci saw, sungguh saya ingin pergi bersama pasukan militer begitu dan begitu (pasukan tertentu yang disebutkan) sementara isteriku akan melaksanakan haji ? maka Nabi suci saw menjawab: keluarlah bersamanya (isteri lelaki itu)

Hadis di atas secara spesifik terkait dengan konsep keamanan ketika pergi haji. Benar, bahwa hadis ini kondisional, artinya wanita saat itu tidak aman jika bepergian sendirian dan pada masa kini wanita bepergian sendirian cenderung lebih aman, meski dengan beberapa kualifikasi yang patut untuk dipenuhi.

Hal menarik dari hadis di atas yaitu konsep keamanan diri yang bergantung pada sesuatu yang berada dari luar. Dalam contoh hadis tersebut adalah suami menjadi pengaman akan isterinya dalam perjalanan di saat itu. Keberadaan suami menjadi bagian dari ‘syarat’ seorang isteri yang akan berhaji dalam kondisi ketika itu adalah ‘kesatuan’ dari keamanan dirinya. Berpijak dari konteks ini, maka mereka yang behaji di masa kini terhalang keamanannya; secara khusus keamanan jiwa jika tetap melaksanakan ibadah haji sebagaimana dalam kondisi normal. Keputusan melalui jalan dharurat dari pemerintah Saudi merupakan alternatif terbaik saat ini yang telah diambil untuk mencegah tersebarnya pandemi covid 19 yang sangat besar kemungkinan dapat menghilangkan nyawa manusia.

Persiapan haji dari aspek kemampuan dan keamanan di masa akan datang mungkin perlu dicari metodenya oleh semua pihak agar pelaksanaan ibadah haji dapat dilaksanakan meski dengan keadaan terbatas misalnya di masa pandemi atau masa-masa yang dinilai sulit dan mengandung bahaya. Meski pada akhirnya sebagai manusia hanya dapat berharap agar pandemi ini bisa segera berakhir sehingga pelaksnaan ibadah haji dapat berjalan normal kembali seperti yang pernah ada sebelumnya. 

wa Allahu a‘lam bi al-shawâb…

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com