Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA
Dosen UIN SUKA Yogyakarta | Sekretaris Umum Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia | Wakil Katib Syuriah PCNU & Wakil Ketua Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia-Sukoharjo Jawa Tengah | email: jafar.assagaf@uin-suka.ac.id
Indonesia kembali berduka dengan musibah gempa bumi yang menimpa 15 kecamatan di kabupaten Cianjur pada 21 November 2022. Korban meninggal dunia telah mencapai 271 orang, sementara korban yang belum ditemukan sebanyak 151 orang seperti dilansir oleh Republika.co.id (23-11-2022). Gempa bumi dalam ilmu alam merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi secara periodik seperti sejarah gempa di kabupten tersebut sejak tahun 1844 M, meski gempa dengan kekuatan 5,6 pada Senin kemarin merupakan yang paling parah dari 14 kali gempa ‘besar’ yang pernah terjadi di kabupaten tersebut seperti dilansir oleh detiknews (22-11-2022)
Bagi mereka yang beragama, memiliki pemahaman tambahan bahwa segala hal yang terjadi di alam semesta tidak lepas dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu gempa di Cianjur dapat dinilai musibah sebagai ujian buat umat manusia. Kata musibah dalam KBBI online memiliki dua arti yaitu kejadian menyedihkan yang menimpa dan bencana. Kategori gempa Cianjur adalah bencana sebagai batu ujian untuk bangsa ini. Dalam QS: al-Anakabut; 2 Allah swt berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan berkata bahwa mereka beriman, sedangkan mereka tidak akan diuji ?”
Ayat tersebut turun dalam konteks pembantaian terhadap orang-orang yang berhijrah ke Madinah seperti dalam riwayat Ibn Abi Hatim al-Raziy (w. 327 H) dari al-Sya’biy (w. 103 H), dan hal tersebut termasuk dalam ketegori ujian. Maka kata mereka akan diuji (yuftanûn) menjadi fokus perhatian pada ayat ini. Kata tersebut bentuk aslinya fitnah berarti ujian (ikhtibâr aw ibtilâ’) atau dapat juga berarti azab (lihat al-Mu‘jam al-Wasith). Menarik diperhatikan, kata fitnah sejatinya berarti memasukkan emas ke dalam api (menyepuh) untuk memperoleh kualitas emas yang baik dari emas yang kurang baik (Mu‘jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân). Dengan demikian, fitnah yang menimpa orang beriman karena ujian, untuk meningkatkan kualitas iman bagi yang mengaku beriman.
Orang beriman percaya bahwa Allah swt. berkuasa menimpakan azab kepada orang yang ingkar, bahkan sebelum datangnya kiamat (QS:al-Isrâ’:58). Namun tidak tepat mengaitkan ayat mengenai azab dengan gempa di Cianjur, sebab arti musibah adalah apa saja yang manusia tidak menyukainya (al-Ta‘ârîf). Bencana alam, kematian, sakit dan sebagainya termasuk dalam kategori yang tidak disukai oleh manusia. Dari sini terlihat kalau gempa Cianjur merupakan ujian, sebab musibah atau bencana dapat menimpa siapa saja.
Dalam QS:al-Baqarah; 155, menyebutkan Allah swt akan menguji orang yang beriman dengan beberapa hal yaitu ketakutan, kelaparan, kurang harta, jiwa, dan berkurangnya buah-buahan. Bukankah gempa bumi dan hilangnya jiwa termasuk dalam kategori ketakutan? siapa gerangan manusia yang tidak takut dengan hal itu!, apalagi 2 ayat sebelum QS:al-Baqarah;155 dan 2 ayat sesudahnya (QS:al-Baqarah;153-154,-156-157) berbicara dalam konteks mereka yang beriman, berjuang di jalan Allah, sabar dan memperoleh petunjuk. Hal ini mempertegas kalau musibah tidak hanya ditimpakan pada mereka yang ingkar, tapi juga sebagai ujian untuk orang beriman.
Menarik diperhatikan, QS:al-Baqarah;155 menggunakan kata wa lanabluwannakum, menandaskan dua hal: (1) ujian untuk mereka yang beriman pasti Allah swt berikan, ini ditandai dengan adanya nûn al-taukîd pada kata tersebut; (2) Allah swt. menggunakan kata “kami” selain keterlibatan pihak lain sebagaimana teori yang dibangun beberapa mufassir termasuk Quraish Shihab, juga menandaskan ujian itu berhadap-hadapan dengan manusia. Sebab penggunaan kata “Kami” adalah kata ganti orang pertama yang berbicara dan karena itu, ketakutan, kelaparan, kurangnya harta dan seterusnya adalah fakta yang dihadapi sehari-hari. Konteks ini berbeda saat Allah swt menyatakan Dia akan menguji manusia untuk mengetahui manakah di antara mereka yang terbaik amalnya (QS:al-Mulk;2) ayat ini menggunakan kata Dia, orang ketiga yang tidak hadir ketika berbicara. Penggunaan kata Dia merujuk pada kualitas atau diterima tidaknya amalan seseorang merupakan rahasia sebagai hal yang gaib, sebagaimana kata Dia (Allah swt) yang gaib dalam konteks QS:al-Mulk;2.
Penjelasan di atas kiranya membuat anak bangsa ini merenungi dua hal: pertama, musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Cianjur memberikan pemahaman bahwa sebagai manusia kita tak pernah tahu hakikat mengenai musibah. Sebab dapat saja mereka yang terkena musibah dan meninggal adalah orang yang Allah swt. inginkan kebaikan untuk mereka (HR. al-Bukhariy). Kedua, mereka yang lagi tertimpa bencana membutuhkan uluran tangan kita semua, sekecil apa pun yang dapat diberikan pada mereka, dan pemerintah dalam hal ini Presiden dan gubernur Jawa Barat telah memulai dengan memberikan contoh membantu para korban. Gempa di Cianjur sebagai renungan bagi setiap anak bangsa untuk bermuhâsabah (introspeksi).
wa Allâhu a‘lâm bi al-shawâb.
foto : liputan6.com [AP Photo/ Firdia Lisnawati]