Antara Ikrâh dan Rida di Piala Dunia Qatar 2022

Penulis: Dr. Ja’far Assagaf, MA

Dosen UIN SUKA Yogyakarta  |  email:  jafar.assagaf@uin-suka.ac.id


Piala dunia di Qatar kali ini memuat beberapa ceritera. Olah raga terbesar di dunia yang dilaksanakan empat tahun sekali tersebut sejak pelaksaaan sampai memasuki babak 16 besar memunculkan beberapa hal. Dari kontroversi LGBT, indahnya dakwah Islam, kegagalan tim unggulan dan terciptanya sejarah baru. Bila dicermati keempat kejadian tersebut tak lepas dari konteks ikrâh dan rida. Kata ikrâh secara mendasar artinya paksaan yang oleh al-Jurjani al-Hanafiy (w. 816 H) menyebutkan ikrâh menjadikan orang lain melakukan apa yang dia benci lantaran ada peringatan atau ancaman. Artinya seseorang melakukan sesuatu yang sebenarnya ia tidak mau, namun ia lakukan karena terpaksa, misalnya ia diminta untuk tidak memakai aksesoris tertentu. Ia tidak memakainya lantaran terpaksa dan bahkan ada ancaman atau hukuman padahal ia sesungguhnya ingin memakainya. Sementara kata Rida berarti rela, suka; senang hati (KBBI online). Bahkan kesukaan itu kepada apa saja yang menimpa diri seseorang menurut al-Munawi al-Syafi’iy (w.1030/1 H).

Kontroversi LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) telah dimulai sejak Qatar menetapkan bahwa sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, negara ini tidak menerima LGBT dengan segala kampanyenya. FIFA telah menyetujui untuk melarang penggunaan ban kapten pelangi (simbol LGBT) di lapangan sebagai bentuk kesepakatan dengan Qatar sebagai tuan rumah. Kontroversi lainnya yang ternyata berisi kabar burung bahwa timnas Jerman datang ke Qatar dengan pesawat berlambang pelangi dihentikan oleh pihak Qatar, padahal berita tersebut keliru menurut Tempo.co (24-11-2022) sebab pesawat tersebut terbang ke Oman pada 14 Nopember 2022 untuk pertandingan persahabatan pada 17-11-2022.

Dalam kontroversi tersebut perlu diperhatikan bahwa Qatar adalah negara yang berdaulat dengan memiliki hukum sendiri sebagai bentuk kedaulatan dan kebijakan negaranya, sepatutnya atas nama Hak Asasi Manusia, maka tamu maupun supporter tetap menghormati keputusan negara tersebut. FIFA meski tidak sepakat dengan tindakan Qatar untuk para supporter terkait lambang itu, tetapi Federasi sepakbola dunia sebenarnya merestui keputusan Qatar untuk melarang pemain menggunakan ban pelangi bahkan mengancam kepada tim/pemain yang memakai ban kapten pelangi (CNN Indonesia, 21, 23/11-2022). Meskipun keputusan mereka diprotes oleh timnas Jerman dengan aksi tutup mulut di laga pertama mereka bersama Jepang (23-11-2022). Padahal timnas Jerman dengan DFBnya mestinya bisa bercermin kepada negara-negara lain seperti Belanda, Belgia, Spanyol, Inggris, Prancis sekaligus mereka adalah contoh bagi Jerman bahwa negara mereka yang lebih dahulu melegalkan LGBT (Belanda  misalnya sejak 2001) dari pada Jerman (pada 2017) dapat menghormati keputusan Qatar.

Di piala dunia Qatar 2022, hal menarik yang tersaji di media elektronik yaitu bagaimana tuan rumah piala dunia tersebut mengenalkan Islam kepada dunia (Republika.co.id, 18-11-2022) dengan kode QR di hotel-hotel bagi pengunjung, larangan minum alkohol di stadion, sampai menyediakan pakaian menutupi aurat bagi supporter yang berkenan (Liputan 6, 30-11-2022). Dalam konteks ini maka ikrâh dan rida saling berkelindan, sebab tawaran tersebut dapat saja dinilai positif namun ada juga yang menilai negatif. Tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Namun garis utama yang patut dilihat bahwa Qatar menawarkan itu tanpa ada paksaan, artinya bagi supporter yang keberatan maka tidak ada ikrâh (paksaan) sebagaimana fondasi menyebarkan Islam (QS: al-Baqarah; 256). Meski terdapat kemungkinan di antara supporter itu ada yang sekedar menghormati, bertenggang rasa dan alasan lainnya. Dari sini para supporter sejatinya telah bekerjasama untuk saling memahami ajaran (rida), aturan serta lokal wisdom yang ada di negara Qatar.

Sementara tidak lolosnya tim unggulan ke 16 besar piala dunia 2022 juga ikut memunculkan kontroversi. Jerman misalnya yang menang di laga terakhir dengan Kosta Rika 4-2, harus pulang disebabkan Jepang mengalahkan Spanyol di pertandingan lainnya. Padahal gol kedua Jepang dinilai kontroversi, sebab bola terlihat telah berada di luar garis putih, meski menurut VAR (Video Assistant Referee) bola belum benar-benar melewati garis tersebut (Kompas.com, 02-12-2022). Dalam hal ini tentu selain keputusan pelatih, akurasi alat tersebut perlu ‘distandarisasi’ dengan aturan-aturan baku yang berlaku di sepakbola yang dikeluarkan oleh FIFA.

Adapun terciptanya sejarah baru di Qatar yaitu munculnya wasit perempuan pertama selama sejarah piala dunia. Laga Jerman vs Kosta Rika 02-11-2022 dini hari Waktu Indonesia Barat (WIB) merupakan laga perdana bagi sejarah peradaban dunia, khususnya peradaban sepakbola yang memunculkan Stephanie Frappart sebagai wasit di laga itu. Ia tidak sendiri tetapi ditemani oleh dua rekannya Neuza Back (Brazil) dan Karen Diaz (Meksiko) yang bertindak sebagai hakim garis. Tampilnya Perempuan kelahiran Prancis pada 38 tahun silam (1983 M) sebenarnya ikut menunjukkan pada dunia bahwa Qatar tidak ‘alergi’ dengan isu kesetaraan laki-laki dengan perempuan di bidang olahraga.

Foto: video.com

Leave a comment

Tentang Kami

alkhairaat-ternate.or.id adalah situs resmi milik Alkhiraat Cabang Kota Ternate, sebagai media silaturahmi dan dakwah dengan menyajikan informasi seputar pendidikan, dakwah dan sosial, serta mempromosikan tulisan-tulisan rahmatan lil-alamin yang berakar pada kearifan tradisi

Hubungi Kami

Alamat: Jl. Kakatua, No.155, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku UtaraTelepon: (0921) 312 8950email: alkhairaat.ternate@gmail.com